Hudaibiyah adalah nama daerah di perbatasan antara tanah haram Makkah dan tanah halal sejauh 22 km dari Makkah. Peperangan ini disebut Perang Hudaibiyah sebab didaerah hudaibiyah tersebut Quraisy menghalangi kaum muslimin untuk melakukan umroh.
Dalam
peristiwa Hudaibiyah ini tidak terjadi peperangan, tetapi Alloh menyebutnya
sebagai fathan
mubiina yaitu kemenangan yang nyata. Demikian itu karena kaum
muslimin mendapat keamanan dalam menyebarkan dakwah atas perjanjian damai
Hudaibiyah dan menjadi sebab terjadinya Fathu Makkah.
Lihatlah
kemenangan yang dicapai oleh sahabat rodhiyallohu ‘anhum dalam dua tahun
mengumpulkan 7.000
tentara , di mana pada perang Ahzab hanya berkekuatan 3.000
tentara sedang pada Fathu Makkah berkekuatan 10.000 tentara.
Selama 6 tahun Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam dan para sahabat rodhiyallohu ‘anhum tidak pernah mengunjungi
Baitulloh Makkah-kota kelahiran-mereka padahal mereka sangat merindukannya
karena selama ini Quraisy tidak membiarkan seorang pun dari sahabat
rodhiyallohu ‘anhum yang datang ke Makkah kecuali disiksa, disakiti, dan
diusir. Quraisy mengklaim dan berbangga bahwa mereka sebagai pilihan dan
kekasih Alloh yang paling berhak untuk mengurusi rumah-Nya (Ka’bah)
Rosululloh sholallohu
‘alaihi wasallam melihat dalam mimpi bahwa beliau bersama sahabatnya
rodhiyallohu ‘anhum melakukan umroh ke Baitulloh dalam keadaan mencukur atau
memotong rambut mereka, maka pada bulan Dzulqo’dah beliau mengumumkan kepada
Sahabatnya rodhiyallohu ‘anhum bahwa pada tahun ini beliau akan melakukan
umroh.
Rosululloh sholallohu
‘alaihi wasallam mewaspadai kejahatan dan penghianatan Quraisy. Oleh karena
itu, beliau mengajak seluruh kaum muslimin hingga kabilah-kabilah Arab badui
yang tinggal di sekitar Madinah, tetapi mereka tidak memenuhi ajakan beliau
karena keimanan mereka masih rendah. Maka beliau berangkat bersama Muhajirin
dan Anshor berjumlah 1.400 orang lebih sesuai dengan kesaksian lima orang
Sahabat yang ikut serta dalam perang tersebut yaitu : Jabir bin Abdillah, Baro’
bin Azib, Ma’qil bin Yasar, Salamah bin Akwa’, dan Musayyab bin Huzni.
Alloh
menerangkan isi hati kaum badui yang tidak segera menyambut panggilan
Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam dalam firman-Nya:
Orang-orang badui yang tertinggal
(tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan, “Harta dan keluarga kami telah
merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami.” Mereka mengucapkan
dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah, “Maka siapakah
(gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Alloh jika Dia menghendaki
kemudaratan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Alloh
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. al Fath : 11)
Mereka
berangkat dengan tujuan umroh, tetapi membawa senjata dan dalam keadaan siap
berperang jika seandainya Quraisy memerangi mereka.
Umroh ini
adalah umroh pertama kali yang dilakukan oleh Rosululloh sholallohu ‘alaihi
wasallam dan membawa misi paling besar dalam menyebarkan kewibawaan dan
kekuatan Islam di segala penjuru, khusus-nya Jazirah Arab-di samping Rosululloh
sholallohu ‘alaihi wasallam mengajari para sahabatnya rodhiyallohu ‘anhum tata
cara manasik umroh dalam Islam dan melenyapkan proganda dusta Quraisy bahwa
merekalah kaum yang paling memuliakan dan menjunjung tinggi kehormatan Ka’bah.
PERJALANAN KE MAKKAH
Mereka
berangkat dari Madinah hingga tatkala sampai di Dzulhulaifah atau Biir Ali
(miqot bagi ahli Madinah) mereka ihrom untuk umroh dan memberi tanda pada hewan
korban mereka sebanyak 70 ekor unta. Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam
mengirim Bisri bin Sufyan al-Khuzai rodhiyallohu ‘anhu untuk memata-matai musuh dan setelah tiba di
Rouha, 73 km dari Madinah, beliau mengirim rombongan dipimpin oleh Abu Qotadah al-Anshori rodhiyallohu
‘anhu (beliau tidak melakukan ihrom) bersama beberapa sahabat rodhiyallohu
‘anhum menuju ke pantai laut merah karena ada berita bahwa di sana ada
sekelompok musuh yang akan menyerang kaum muslimin.
Di tengah
jalan Abu Qotadah rodhiyallohu ‘anhu berburu dan menangkap seekor keledai liar
dan menghidangkannya kepada sahabatnya yang ihrom lalu mereka bertanya kepada
Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam tentang hukumnya dan beliau mengatakan,
“Boleh memakan dagingnya selagi kalian tidak membantunya dalam berburu.” (HR.
al Bukhori : 1821)
Pasukan Rosululloh
sholallohu ‘alaihi wasallam terus berjalan hingga tiba di Usfan, sejauh 80 km
dari Makkah, dan Bisri rodhiyallohu ‘anhu datang membawa berita bahwa Quraisy
telah mengetahui kedatangan kaum muslimin dan mereka telah menyiapkan tentara
untuk menghadang sedang Kholid bin Walid keluar memimpin pasukan kuda Quraisy
sejauh 64 km dari Makkah. Mengetahui hal ini, Rosululloh sholallohu ‘alaihi
wasallam bermusyawarah dengan para sahabat rodhiyallohu ‘anhum agar menyerang
sekutu-sekutu Quraisy supaya tidak membantu Quraisy. Akan tetapi, Abu Bakr rodhiyallohu
‘anhu mengisyaratkan agar terus ke Makkah sesuai dengan tujuan semula yaitu
untuk umroh dan siapa saja yang menghalangi maka kita perangi. Lalu Rosululloh sholallohu
‘alaihi wasallam memerintahkan mereka untuk terus berjalan. Inilah kebiasaan
Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam, yakni sering bermusyawarah dengan para
sahabatnya rodhiyallohu ‘anhum dan beliau beliau diterima atau ditolak
pendapatnya selagi bukan wahyu dari Alloh.
MUSYRIKIN MENGHADANG
Rosululloh sholallohu
‘alaihi wasallam memutar haluan menempuh jalan lain untuk menghindari hadangan
musuh serta mengubah posisi pasukannya agar tidak berjibaku dengan pasukan kuda
musyrikin dan di sana beliau sholat khouf (solat
dalam keadaan takut dengan cara sebagian sholat bersama imam dan sebagian
menjaga dan mengawasi musuh lalu bergantian sehingga masing-masing sholat satu
roka’at bersama imam). Tatkala beliau lewat di Saniyah Muror (lembah
menuju Hudaibiyah) Rosulullohsholallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang
menaiki bukit Saniyah Muror akan diampuni dosanya sebagaimana Bani Israil yang
diampuni.” (HR. Musilm : 2780)
Demikian itu
jarena Bani Israil yang masuk Baitul Maqdis dalam keadaan sujud diampuni oleh
Alloh sebagaimana sahabat yang ikut dalam perang Hudaibiyah ini.
Hingga ketika
mereka tiba di Hudaibiyah unta Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam berhenti.
Maka sahabat berkata, “Unta mogok.” Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam
mengatakan, “Tidak, justru ia ditahan oleh Alloh yang dahulu menahan gajah
pasukan Abrahah. Demi Alloh, seandainya Quraisy memohon perdamaian kepadaku
demi menjaga kehormatan Tanah Haram pasti akan kupenuhi.” Di sana para sahabat
rodhiyallohu ‘anhum mengeluh kekurangan air, maka Rosululloh sholallohu ‘alaihi
wasallam menyemburkan air ke dalam sumur hingga air melimpah dan mereka tidak
kekurangan air. (HR. al-Bukhori : 2731)
DIPLOMASI
Di satu sisi,
Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam hanya bertujuan menunaikan umroh dan
tidak menghendaki peperangan. Beliau sangat berharap jika Quraisy masuk Islam
tanpa perang, bahkan beliau menyesali kondisi Quraisy yang telah banyak
terbunuh di medan perang. Sementara itu di sisi lain, Quraisy mengakui bahwa
kekuatan kaum muslimin saat ini harus diperhitungkan, apalagi setelah kekalahan
di perang di Perang Ahzab. Karena itu, urusan diplomasi dilakukan silih
berganti oleh kedua belah pihak dalam rangka menuju perdamaian.
Quraisy
mengutus wakil mereka Budail bin Warqo’
menemui Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam maka beliau menjelaskan bahwa
mereka datang hanya untuk tujuan umroh bukan perang. Budail kembali
menyampaikan hal ini kepada Quraisy, tetapi merejka menolak dengan alasan rasa
malu kepada bangsa Arab jika Muhammad masuk Makkah dengan jalan damai. Ini merupakan
kemenangan besar bagi kaum muslimin terhadap musuh yang selama ini tidak
mengenal perdamaian; sekaligus kehinaan bagi Quraisy sebab jika kaum muslimin
dapat masuk ke Makkah dengan aman maka runtuhlah kewibawaan mereka di mata Arab
dan bila kaum muslimin dihalangi maka bangsa Arab akan menghina mereka karena
menghalangi mereka dari rumah Alloh.
Rosululloh sholallohu
‘alaihi wasallam mengutus Khorosy rodhiyallohu ‘anhu tetapi hampir saja dibunuh
oleh Quraisy jika tidak dilindungi oleh kaum Ahbasy. Kemudian beliau hendak
mengirim Umar rodhiyallohu ‘anhu , tetapi karena alasan keamanan, beliau
mengutus Utsman bin Affan rodhiyallohu ‘anhu sebab beliau dari Bani Umayyah
yang memiliki pelindung di Makkah. Beliau menjelaskan kepada merka maksud dan
tujuan Rosulullo sholallohu ‘alaihi wasallam ke Makkah. Lalu mereka menahannya
di Makkah hingga tersebar berita bahwa Utsman rodhiyallohu ‘anhu telah di bunuh
oleh Quraisy.
BAI’AT RIDHWAN
Kaum Quraisy
menahan utusan Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam Utsman bin Affan rodhiyallohu
‘anhu di Makkah untuk kemaslahatan mereka. Akan tetapi, tersebar dan sampai
berita kepada Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam bahwa Quraisy telah
membunuh Utsman rodhiyallohu ‘anhu .
Padahal, seorang utusan harus
diberi jaminan keamanan dan tidak boleh diganggu hingga menyampaikan
keperluannya dan bahwasnnya membunuh seorang utusan berarti pengkhianatan dan
pernyataan perang. Maka beliau mengajak para sahabat rodhiyallohu ‘anhum untuk
bai’at setia memerangi Quraisy hingga akhir hayat dan beliau sholallohu ‘alaihi
wasallam mewakili bai’at Utsman dengan tangan beliau yang mulia. Setelah bai’at
ini terjadi Utsman rodhiyallohu ‘anhu datang, tetapi tangan Rosululloh dalam
mewakili bai’atnya lebih baik dari tangannya sendiri.
Banyak
keutamaan bai’at ini terutama menggetarkan Iblis dan bala tentaranya karena
tekad bulat dari para sahabat rodhiyallohu ‘anhum untuk menumpas habis Quraisy.
Apalagi keberanian mereka telah banyak terbukti seperti pada perang Badar,
Uhud, Ahzab--padahal mereka berperang tanpa bai’at untuk mati; lalu bagaimana
kiranya andaikan mereka berperang atas dasar bai’at untuk mati syahid ?!
Mengetahui
kegigihan para sahabat rodhiyallohu ‘anhum untuk berperang maka Quraisy
diliputi rasa takut yang mendalam sehingga mereka mengirim beberapa utusan
untuk berunding bersama Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam.
IBROH
1.
Jika musuh menawarkan perdamaian maka itu
menunjukkan kelemahannya, sedangkan kaum muslimin yang menerima perdamaian
menunjukkan siasat dan rahmatnya kepada umat manusia sebab seandainya mereka
bersikeras pasti tidak akan luput dari dua kebaikan yang mulia bagi mereka
yaitu menang atau mati syahid.
2.
Rosululloh saw sangat menghendaki keislaman
Quraisy sebab sabda beliau, “Yang paling baik di masa jahiliyah adalah yang
paling baik di masa Islam jika mereka faqih,” sedangkan bangsa Arab adalah
sebaik-baik bangsa dan Quraisy adalah sebaik-baik bangsa Arab karena kedudukan,
kefasihan , kecerdasan, dan pengalaman mereka – dan sejarah menunjukka hal ini.
3.
Keberanian para sahabat ra yang tidak mengenal
damai apalagi mengalah terhadap musuh dan kesempurnaan iman serta keyakinan
mereka terhadap janji Alloh dan pertolongan-Nya.
4.
Dengan bai’at ini dan dalil lainnya para Sahabat
ra mendapat keistimewaan ridhwanulloh
(Alloh meridhoi mereka) yang khusus untuk mereka yang tidak dicapai oleh selain
mereka. Dan keutamaan bai’at ini sebagaimana sabda Rosululloh saw:
“Tidak akan masuk neraka seorang pun yang
ikut dalam bai’at ini di bawah pohon (Bai’at Ridhwan).” (Shohih at-Tirmidzi :
3866)
5.
Jika para Sahabat ra telah diridhoi oleh Alloh
dan mereka ridho kepada-Nya maka kewajiban kita adalah meridhoi yang diridhoi
oleh Alloh. Karena itu, kita meridhoi para Sahabat ra dan mendo’akan ridho
setiap kali kita menyebut salah seorang dari mereka; berbeda dengan Syi’ah yang
memusuhi orang-orang yang diridhoi oleh Alloh. Ini tidak mengherankan sebab
agama mereka dibangun di atas dendam dan kedengkian terhadap para sahabat ra
yang meruntuhkan kerajaan adidaya Romawi dan Persia**nenek moyang Syi’ah
Rofidhoh.
terimakasih
BalasHapussama-sama
BalasHapusbermanfaat
BalasHapus