Iklan

Masukkan alamat email anda:

Thank you for Visit my blog

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 06 Juli 2012

بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ

Blog ini telah di tutup untuk sementara ataupun selamanya, dikarenakan Adminnya sedang ke wc.


jika anda ingin blog ini di buka kembali silahkan minta ke tukang bajigur atau bisa juga dengan cara membanting komputer anda. 


Sekian beberapa patah kata dari admin, jika ada kata-kata yang kurang berkenan silahkan bakar rumah david villa. Dimanakah rumah david villa? saya tidak tau, mungkin rumahnya di kolong jembatan atau di kolong mobil. Apakah anda tau? jika tidak, mungkin bisa anda cari disini. Atau anda bisa bertanya dengan yang ini


Visca Barca!!!
[Image: gambarbergerakbarca.gif]
[Image: gambarbergerakbarca.gif] [Image: gambarbergerakbarca.gif] [Image: gambarbergerakbarca.gif]

Rabu, 30 Mei 2012

"al marhum" Benarkah sebutan ini?


Dalam kehidupan sehari-hari, acapkali kita mendengar atau membaca di media massa cetak ataupun elektronik, yaitu penyebutan kalimat almarhum (orang yang mendapatkan rahmat) kepada orang yang sudah meninggal, sehingga seakan-akan menjadi gelar. Bagaimanakah pandangan ulama mengenai penyebutan kalimat ini?
Berikut, kami nukilkan sebuah pertanyaan dan jawabannya.

AL LAJNAH AD DA-IMAH LIL BUHUTS AL ILMIYAH WAL IFTA’ ditanya:

Saya mendengar sebagian kalimat yang sering diucapkan oleh sebagian orang. Saya ingin mengetahui pandangan Islam terhadap kalimat ini? Misalnya, jika ada seseorang tertentu meninggal dunia, sebagian orang ada yang mengatakan “al marhum Si Fulan”. Jika orang yang meninggal itu memiliki kedudukan, mereka mengatakan “al maghfur lahu Fulan”.

AL LAJNAH AD DA-IMAH LIL BUHUTS AL ILMIYAH WAL IFTA’ menjawab:

Kepastian ampunan atau rahmat Alloh kepada seseorang setelah orang itu meninggal dunia, merupakan perkara ghaib; hanya diketahui oleh Alloh, kemudian makhluk yang diberitahu oleh Alloh subhanahu wata’aala , seperti para malaikatNya dan para nabiNya.
Jadi pemberitaan orang lain, selain para malaikat atau para nabi tentang mayit bahwa ia sudah mendapat rahmat atau maghfirah, merupakan sesuatu yang tidak boleh.
Kecuali (tentang) orang yang sudah dijelaskan nash dari Nabi  sholallohu ‘alaihi wassallam . (kalau berani berbicara) tanpa nash berarti telah membangkang atas sesuatu yang ghaib, padahal Alloh subhanahu wata’aala  berfirman:
Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Alloh.” (QS. an Naml : 65)

(Dia adalah Rabb) Yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada Rosul yang diridhaiNya. (QS. al Jin: 26-27)

Namun seorang muslim diharapkan mendapatkan maghfirah (ampunan), rahmat dan masuk surga, sebagai karunia dan kasih sayang dari Alloh. Dan dia dido’akan agar mendapat ampunan, sebagai ganti dari pemberitaan bahwa ia telah mendapatkan ampunan dan rahmat. Alloh berfirman,
Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. (QS. an Nisa’ : 48)
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari:
Dari Kharijah bin Zaid bin Tsabit bahwa Ummul Ala’ —dia seorang wanita yang sudah pernah membai’at Nabi  sholallohu ‘alaihi wassallam —
Memberitahuku, bahwa kaum muhajirin diundi (untuk menentukan siapa di kalangan Muhajirin yang ditempatkan di rumah siapa di kalangan Anshor). Maka Utsman bin Mazh’un terpilih buat kami. Lalu dia sakit yang menyebabkan meninggalkan. Ketika sudah meninggal, dimandikan, dan telah dikafani dengan kain-kainnya, Rosululloh  sholallohu ‘alaihi wassallam  masuk. Lalu aku mengatakan, “Rahmat Alloh atasmu, wahai Abu Sa’ib (maksudnya Utsman bis Mazh’un). Aku bersaksi bahwa Alloh sungguh telah memuliakanmu.”
Mendengar ucapanku ini,
Rosululloh  sholallohu ‘alaihi wassallam  bersabda, “Apa yang telah membuat engkau mengetahui bahwa Alloh telah memuliakannya?” Aku mengatakan, “Demi bapakmu (ini bukan untuk bersumpah), lalu siapa yang dimuliakan Alloh?”
Rosululloh  sholallohu ‘alaihi wassallam  menjawab, “Karena dia sudah meninggal dunia. Maka demi Alloh. Saya sungguh mengharapkan kebaikan baginya. Dan demi Alloh saya tidak tahu — padahal saya adalah Rosululloh- apa yang akan Alloh lakukan pada diri saya!” Kemudian Ummul ‘Ala mengatakan: “Demi Alloh. Setelah itu, setrusnya, (kepada seorangpun) saya tidak (lagi) memberi persaksian bahwa si fulan mendapatkan kebaikan setelah meninggalnya.” (HR. Bukhari)

Dan mengenai ucapan Rosululloh  sholallohu ‘alaihi wassallam ,
Dan demi, Alloh saya tidak tahu- padahal saya adalah Rosululloh- apa yang akan Alloh lakukan pada diri saya.

Ucapan ini, Beliau katakan sebelum Alloh menurunkan firmanNya:
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepada kamu kemenangan yang nyata, supaya Alloh memberi ampunan kepadamu terhadap dosa yang telah lalu dan yang akan datang. (QS al Fath : 1-2)

Juga sebelum Alloh memberitahukan beliau  sholallohu ‘alaihi wassallam  termasuk sebagai penghuni surga.

Mengenai ucapan al marhum, jika maknanya pemberitaan tentang keadaan si mayit bahwa ia telah mendapatkan rahmat dari Alloh, maka ini haram. Karena ucapan ini berarti sama dengan memastikan bahwa si fulan termasuk penduduk surga. Padahal ini termasuk perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Alloh dan orang-orang yang diberitahu oleh Alloh subhanahu wata’aala .

Syaikh Bin Baz mengatakan, “Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berkeyakinan, sesungguhnya tidak diperbolehkan memberikan persaksian atas diri seseorang- bahwa orang itu di surga atau di neraka- kecuali yang telah dijelaskan dalam nash al Qur’an, seperti Abu Lahab (sebagai penghuni neraka), dan orang yang dipersaksikan Rosululloh sebagai penghuni surga, seperti seperti sepuluh sahabat (yang diberitakan akan masuk surga) atau yang semisalnya. Demikian juga (tidak diperbolehkan) persaksian atas seseorang bahwa ia maghfur lahu (mendapatkan ampunan) atau al marhum (mendapatkan rahmat). Oleh karena itu, sebagai ganti dari ucapan al marhum  dan al maghfur, sebaiknya diucapkan:




diucapkan
Semoga Alloh mengampuninya,
Atau

Semoga Alloh merahmatinya.





Atau ungkapan sejenis yang termasuk do’a bagi si mayit. Lihat Majmu’ Fatawa Wa Maqatalatu Mutanawwi’ah, 4/335.
Namun jika makna al marhum itu sebagai ungkapan optimism atau harapan semoga si mayit mendapatkan rahmat, maka tidaklah mengapa mengucapkan kata-katra ini. (Lihat Majmu’ Fatawa, Syaikh Muhammad bin Shalih Akl Utsaimin, 3/85.)
Untuk menghindari kesalahan dalam memahaminya, semestinya jika kalimat  al marhum  diganti dengan rahimahulloh ghafarallohu lahu, Allohu yarhamuhu atau sejenisnya yang merupakan do’a.
Demikian semoga bermanfaat bagi kita. Wallohu a’lam.

Sabtu, 28 April 2012

hukum nasyid dan lagu-lagu islami | bagian 2


Kesimpulannya, Apakah Ada Nasyid Islami?

Tentang masalah ini, Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata, “Penyebutan dengan nama ini sama sekali tidak benar. Itu merupakan penamaan baru. Di seluruh kitab para salaf ataupun pernyataan para ulama tidak ada nama nasyid Islami. Yang ada, bahwa orang-orang sufi menciptakan lagu-lagu yang dianggap sebagai agama, atau yang disebut dengan sebutan as-sama’.”


Dari penjelasan Syaikh Shalih Al Fauzan di atas, jelaslah bahwa nasyid bukanlah ajaran Islam dan tidak boleh dinisbatkan kepada Islam. Seandainya nasyid merupakan bagian dari Islam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat tentu akan berlomba-lomba mengamalkannya. Akan tetapi, adakah atsar yang menceritakan bahwa mereka radhiyallahu ‘anhum mendendangkan nasyid?

Syubhat yang biasanya datang dari orang-orang yang menggemari “musik Islami” (nasyid) adalah mereka berdalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah dibacakan syair-syair di hadapan beliau dan beliau mendengarkannya, bahkan beliau pernah meminta shahabat untuk membacakannya.

Jawaban untuk permasalahan ini adalah bahwa syair-syair yang dibacakan di hadapan Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam tidaklah dilantunkan dalam bentuk paduan nada/suara dengan lirik lagu, tetapi itu hanyalah sekadar bait-bait syair Arab yang berisi kata-kata bijak dan tamsil, penggambaran sifat keberanian dan kedermawanan.

Para shahabat pada saat itu melantunkan syair saat melakukan pekerjaan yang berat, seperti ketika sedang membangun, berada di medan perang, atau melakukan perjalanan yang jauh (dengan tidak disertai alunan musik). Hal ini menunjukkan bolehnya melantunkan jenis syair ini dan dalam kondisi-kondisi khusus semacam itu. Tidak seperti zaman sekarang, di mana nasyid didendangkan setiap saat, bahkan nasyid dijadikan sebagai mata pencaharian. Wal iyyaa dzu billaah.


Berikut ini kami nukilkan fatwa dari Al ‘Allamah Hamud bin Abdillah At-Tuwaijiri,

“Sesungguhnya sebagian nasyid yang banyak dilantunkan para pelajar di berbagai acara dan tempat pada musim panas, yang mereka namakan dengan nasyid-nasyid Islami, bukanlah ajaran Islam. Sebab, hal itu telah dicampuri dengan nyanyian, melodi, dan membuat girang yang membangkitkan (gairah) para pelantun nasyid dan pendengarnya. Juga mendorong mereka untuk bergoyang serta memalingkan mereka dari dzikrullah, bacaan Al Qur’an, mentadabburi ayat-ayatnya, dan mengingat apa-apa yang disebut di dalamnya berupa janji, ancaman, berita para nabi dan umat-umat mereka, serta hal-hal lain yang bermanfaat bagi orang yang mentadabburinya dengan sebenar-benar tadabbur, mengamalkan kandungannya, dan menjauhi larangan-larangan yang disebutkan di dalamnya, dengan mengharap wajah Allah subhanahu wa ta’ala, dari ilmu dan amalannya.”

“Barangsiapa megqiyaskan nasyid-nasyid yang dilantunkan dengan lantunan nyanyian, dengan syair-syair para shahabat radhiyallahu ‘anhum tatkala mereka membangun Masjid Nabawi, menggali parit Khandaq, atau mengqiyaskan dengan syair perjalanan yang biasa diucapkan para shahabat atau untuk memberi semangat kepada untanya di waktu bepergian, maka ini adalah qiyas yang batil. Sebab para shahabat radhiyallahu ‘anhum tidak pernah bernyanyi dengan syair-syair tersebut dan menggunakan lantunan-lantunan yang membuat girang…”


Bagaimana Nasyid Menjadi Bid’ah?

Sebagaimana telah dijelaskan pada artikel yang telah lalu, bahwa bid’ah adalah perkara baru yang diada-adakan dalam agama. Maka, penamaan nasyid Islami adalah perkara baru yang diada-adakan (muhdats) dan tidak ada contoh dari Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan amalan yang tidak ada contohnya dari Nabi, maka amalan itu tertolak.
Tidak ada satupun riwayat yang shahih yang menyebutkan tentang pensyari’atan nasyid atau penggolongan nasyid sebagai bagian dari agama. Adapun menjadikan nyanyian dan musik sebagai bagian dari agama adalah pemahaman yang dimiliki oleh kaum sufi, sebagaimana telah diterangkan di atas. Selain itu, beribadah dengan menyanyikan sya’ir adalah kebiasaan orang-orang musyrik. Dan kaum Nashara pun menjadikan nyanyian sebagai bentuk dzikir dan do’a mereka.
Para Nabi ‘alaihimush sholatu wa sallam dan para Shahabat radhiyallahu ‘anhum serta para Salafush Shalih tidak pernah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan menggunakan nasyid-nasyid Islami seperti yang ada pada zaman sekarang. Adapun sya’ir-sya’ir yang mereka lantunkan pada waktu-waktu tertentu dimaksudkan sebagai pengobar semangat ketika bekerja atau berperang, dan mereka tidak berlebihan dalam hal ini dan tidak pula menjadikannya sebagai kebiasaan.
Nasyid juga bukan merupakan metode dakwah yang pernah dilakukan oleh para Nabi ‘alaihimush sholatu wa sallam, dan tidak pula para Shahabat radhiyallahu ‘anhum pernah melakukannya. Seandainya nasyid itu dikatakan sebagai metode dakwah, maka dengan begitu pelakunya telah mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam belum sempurna dalam menyampaikan risalah, karena beliau belum mengabarkan tentang berdakwah dengan nasyid.
Sementara Allah Ta’ala telah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia,
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam sebagai agamamu.” (Qs. Al-Maaidah: 3)
Ayat di atas sebagai penjelas bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan keseluruhan risalah yang disampaikan oleh Rabbnya melalui perantara Malaikat Jibril ‘alaihis salam. Maka, apa-apa yang tidak termasuk syari’at pada hari itu, dia tidak akan menjadi syari’at pada hari ini dan hari-hari berikutnya. Dan pada hari itu, Allah dan Rasul-Nya tidak memasukkan nasyid sebagai syari’at Islam, maka apakah nasyid dapat menjadi syari’at pada hari ini..?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Bid’ah lebih disukai oleh iblis daripada maksiat, oleh karena itu orang-orang yang menghadiri permainan atau sesuatu yang melalaikan, dia (sendiri) tidak menganggapnya (perbuatannya tersebut) sebagai amalan shalihnya dan tidak mengharapkan pahala dengannya (maka itulah maksiat). Akan tetapi barangsiapa yang melakukannya dengan dasar (keyakinan) bahwasanya itu adalah suatu jalan (untuk bertaqarrub) kepada Allah, maka dia akan menjadikannya sebagai agama. Jika dilarang darinya, maka dia akan seperti orang yang dilarang dari agamanya dan memandang bahwa sungguh dia telah terputus (hubungannya) dari Allah, dan telah diharamkan bagiannya (pahalanya) dari Allah ta’ala jika dia tinggalkan.
Tidak ada seorang pun dari para imam kaum muslimin yang mengatakan bahwa menjadikan hal ini (nasyid-nasyid Islam atau nasyid sufi) sebagai agama, jalan mendekatkan diri kepada Allah adalah suatu hal yang mubah. Bahkan, barangsiapa yang menjadikan hal ini sebagai agama dan jalan menuju kepada Allah ta’ala maka dia adalah orang yang sesat dan menyesatkan, orang yang menyelisihi ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.”


Perkara Buruk Akibat Nasyid Islami

“Sesungguhnya penamaan nasyid-nasyid yang dilantunkan dengan nyanyian sebagai nasyid Islami, menyebabkan timbulnya perkara-perkara jelek dan berbahaya. Di antaranya:
  1. Menjadikan bid’ah ini sebagai bagian ajaran Islam dan penyempurnanya. Ini mengandung unsur penambahan terhadap syari’at Islam, sekaligus pernyataan bahwa syari’at Islam belum  sempurna di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini bertentangan dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla, الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ
    “Pada hari ni telah Kusempurnakan untukmu agamamu.” (Qs. Al Ma’idah: 3)
    Ayat yang mulia ini merupakan dalil yang menunjukkan kesempurnaan agama Islam bagi umat ini. Sehingga pernyataan bahwa nasyid yang berlirik (lagu) tersebut sebagai Islami, mengandung unsur penentangan terhadap dalil ini, dengan menyandarkan nasyid-nasyid yang bukan dari ajaran Islam kepada Islam dan menjadikannya sebagai bagian darinya.
  2. Menisbahkan kekurangan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyampaikan dan menjelaskan kepada umatnya. Di mana beliau tidak menganjurkan mereka melantunkan nasyid secara berjama’ah (baca: koor) dengan lirik lagu. Tidak pula beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada mereka bahwa itu adalah nasyid Islami.
  3. Menisbahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya bahwa mereka telah menelantarkan salah satu ajaran Islam dan tidak mengamalkannya.
  4. Menganggap baik bid’ah nasyid yang dilantunkan dengan irama nyanyian, dan memasukkannya sebagai ajaran Islam.

Palingkan Lisan dan Pendengaranmu dari Sesuatu yang Sia-sia Itu

Sungguh banyak kita jumpai orang-orang yang hafal berpuluh-puluh lagu dan nasyid, bahkan mungkin lebih dari itu. Akan tetapi, sayangnya, hafalannya terhadap Al Qur’an sangatlah sedikit. Untuk menghafal Al Qur’an, dia bermalas-malasan dan beralasan tidak punya kesempatan untuk itu karena terlalu banyak kegiatan. Padahal, sering setiap harinya dia gunakan waktunya untuk mendengarkan musik atau nasyid.
Terkadang mereka beralasan bahwa mereka mendengarkan nasyid untuk menghibur dan menenangkan hatinya serta menghilangkan stress. Jika pikiran mereka sedang kalut, gundah, atau sedang futur dalam iman, maka mereka mendengarkan nasyid sebagai hiburan dan membangkitkan keimanannya. Padahal, Allah ‘azza wa jalla berfirman,
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ
“Apakah tidak cukup bagi mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) yang dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Qur’an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Al Ankabut: 51)

Syaikh Ibnu Sa’diy menjelaskan tafsir ayat ini, “Semua itu sudah cukup bagi orang yang menginginkan kebenaran dan berbuat untuk mencari kebenaran. Namun Allah tidak mencukupkan bagi orang yang tidak merasa mendapatkan kesembuhan dengan Al Qur’an. Siapa yang merasa cukup dengan Al Qur’an dan menjadikannya sebagai petunjuk, maka dia mendapatkan rahmat dan kebaikan. Karena itulah Allah berfirman (yang artinya) ‘Sesungguhnya dalam (Al Qur’an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman’. Pasalnya, di dalam Al Qur’an bisa didapatkan ilmu yang banyak, kebaikan yang melimpah, pensucian bagi hati dan ruh, membersikan aqidah dan menyempurnakan akhlak, di dalamnya terkandung pintu-pintu Ilahi dan rahasia-rahasia Robbani.”

Saudariku, daripada engkau melenakan dirimu dengan nasyid, sungguh jauh lebih baik jika kau sibukkan dirimu untuk membaca Al Qur’an, mentadabburinya, dan menghafalnya. Coba engkau bandingkan antara Al Qur’an dengan nasyid yang kau sukai, apakah kau mendapatkan ilmu yang banyak, kebaikan yang melimpah, serta pensucian hati dan ruhmu dari nasyid? Renungkanlah, apa yang engkau peroleh dari setiap huruf nasyid jika dibandingkan dengan Al Qur’an yang mana kau bisa mendapatkan sepuluh kebaikan dari setiap hurufnya. Maka sungguh merupakan suatu kerugian dan kebodohan jika engkau berpaling dari Al Qur’an dan menyibukkan diri dengan nasyid.

Saudariku, semoga Allah melembutkan hatimu sehingga engkau bisa menerima penjelasan di atas. Maka, tinggalkanlah sesuatu yang sia-sia itu, sekarang juga. Daripada kau buang-buang waktumu untuk mendengarkan nyanyian, lebih baik kau gunakan untuk belajar ilmu syar’i, menghafal Al Qur’an dan hadits, basahi lisanmu dengan dzikir kepada-Nya. Cukuplah hadits berikut ini sebagai hujjah untukmu, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara sebagian dari kebaikan keislaman seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi)

Dengan demikian saudariku, dapat kita simpulkan bahwa nasyid tidaklah mendatangkan manfaat bagi kita kecuali hanya sedikit (terbatas pada nasyid yang dibolehkan). Islam tidak pernah mensyari’atkan nasyid, akan tetapi Islam mensyari’atkan untuk berdzikir kepada Allah, mentadabburi al-Qur’an dan mempelajari ilmu yang bermanfaat. Dan sesungguhnya berdzikir yang paling afdhal adalah dengan membaca al-Qur’an, sebagaimana telah disebutkan dalam firman-Nya,
“Dan Kami turunkan al-Qur’an yang merupakan obat penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Al-Israa’: 82)
Wallahu Ta’ala a’lam bish showab.


Penulis: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly dan Ummu Ismail Noviyani Maulida
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar
Maraji’:
Adakah Musik Islami?, Muslim Atsari, cet. Pustaka at-Tibyan
Al-Qaulul Mufiid fii Hukmil an-Naasyiid, Isham ‘Abdul Mun’im al-Murri, cet. Maktabah al-Furqan
Buletin an-Nur-Musik Dalam Kacamata Islam, edisi Senin 12 Mei 2008
Hukum Lagu, Musik, dan Nasyid, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cet. Pustaka at-Taqwa
Nasyid Bid’ah? (Terjemah Al Qoulul-Mufid fi Hukmil-Anasyid) karangan Ishom Abdul Mun’im Al MurryMajalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XI/1428 H/2007 M
Majalah An-Nashihah Volume 06 Th. 1/1424 H/2004 M



sumber: muslimah.or.id

Kamis, 12 April 2012

apakah yang dimaksud Bid'ah?

Penyusun: Ummu Ziyad
Muroja’ah: Ust. Abu Mushlih
Banyak orang yang berkerut keningnya ketika pertama kali mendengar kata ini. Bermacam reaksi muncul dari seseorang ketika diingatkan tentang masalah ini. Ada yang menerimanya dan memperbaiki amalan ibadahnya dengan hidayah taufik dari Allah Ta’ala. Ada pula yang terlalu cepat menutup diri untuk memahaminya sehingga lebih sering berkata, “Ah… bisanya cuma membid’ah-bid’ahkan.”
Adapula yang memang sudah tidak asing dengan kata ini, tapi ternyata memiliki pemahaman yang salah dalam memaknainya. Ketahuilah saudariku! Pembahasan tentang bid’ah bukanlah milik golongan tertentu. Bahkan setiap muslim harus mempelajarinya dan mewaspadainya dan tidak menutup diri dari pembahasan ini. Karena Rasululllah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
و شرّ الأمور محدثاتها، و كلَّ محدثة بدعة
“Dan seburuk-buruk perkara adalah sesuatu yang diada-adakan adalah bid’ah.” (HR. Muslim no. 867)
Dan sabda nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
قإنّ كلَّ محدثة بدعة و كلّ بدعة ضلالة
“Karena setiap perkara yang baru (yang diada-adakan) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud)
Sama seperti pembahasan tentang kata sunnah pada artikel yang lalu, maka sungguh pembahasan ini sangat (sangat) penting, karena jika tidak memahaminya atau bahkan salah memaknainya, maka dapat mengakibatkan kesalahan dalam beramal dan beribadah. Semoga Allah memberikan kelapangan dalam dada-dada kita, untuk menerima kebenaran yang diajarkan oleh Rasulullah shollallahu’alaihi wa sallam.


Makna Bid’ah Secara Bahasa


Makna bid’ah secara bahasa adalah mengadakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Penggunaan kata bi’dah secara bahasa ini di antaranya ada dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
قُلْ مَا كُنتُ بِدْعاً مِّنْ الرُّسُلِ
“Katakanlah (hai Muhammad), ‘Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (Al Ahqaf [46]: 9)
Dan juga firman-Nya,
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ
“Dialah Allah Pencipta langit dan bumi.” (Al-Baqoroh [2]: 117)


Makna Bid’ah Secara Istilah


Berdasarkan definisi yang diberikan oleh Imam Syathibi, makna bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam agama yang menandingi syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk membuat nilai lebih dalam beribadah kepada Allah.
Dari definisi ini, kita perlu memperjelasnya menjadi beberapa poin.

Pertama, ‘suatu cara baru dalam agama’. Hal ini berarti cara atau jalan baru tersebut disandarkan kepada agama. Adapun cara baru yang tidak dinisbatkan kepada agama maka itu bukan termasuk bid’ah. (akan dibahas lebih rinci di bawah).

Kedua, ‘menandingi syari’at’. Maksudnya amalan bid’ah mempersyaratkan amalan tertentu yang menyerupai syari’at, sehingga ada beban yang harus dipenuhi. Seperti misalnya puasa mutih, yasinan setiap hari kamis (malam jum’at), puasa nisyfu sya’ban dan lain-lain, Perlu diperhatikan pula bahwa pada umumnya, setiap bid’ah juga memiliki dalil. Namun, janganlah terjebak dengan dalil yang diberikan, karena ada dua kemungkinan dari dalil yang diberikan. Pertama, dalil tersebut bersifat umum namun digunakan dalam amalan khusus. Kedua, bisa jadi dalil yang digunakan adalah palsu. Oleh karena itu, wahai saudariku, menuntut ilmu agama sangat penting melebihi kebutuhan kita terhadap makan dan minum. Ilmu agama dibutuhkan di setiap tarikan nafas kita karena dalil dibutuhkan untuk setiap ibadah yang kita lakukan. Merupakan kesalahan ketika kita melakukan ibadah terlebih dahulu baru mencari-cari dalil. Inilah yang membuat pengambilan dalil tersebut menjadi tidak tepat karena sekedar mencari pembenaran pada amalan yang sebenarnya bukan termasuk syari’at.

Ketiga, ‘tujuan dibuatnya adalah untuk membuat nilai lebih dalam beribadah kepada Allah’. Artinya, setiap bid’ah merupakan tindakan berlebih-lebihan dalam agama, sehingga dengan adanya bid’ah tersebut maka beban seorang muslim (mukallaf) akan bertambah. Salah satu contohnya mengkhususkan puasa nisyfu sya’ban, padahal puasa ini tidak disyari’atkan dalam Islam. Sungguh merugi bukan? Kita berlindung kepada Allah dari segala perbuatan sia-sia.


Mewaspadai Bid’ah


Dari definisi yang telah disebutkan menunjukkan bid’ah tidak lain merupakan perbuatan yang bertujuan menandingi syari’at. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al Maaidah [5]: 3)

Maka tidak perlu lagi bagi seseorang untuk membuat cara baru dalam agama atau mencari ibadah-ibadah lain yang itu adalah kesia-siaan. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
منْ عمِل عملا ليس عليه اَمرنا فهو ردّ
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka tertolak.”


Dalam riwayat lain, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس مِنه فهوردٌّ
“Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada sumbernya maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadits ini, ada tiga unsur yang membuat sesuatu dapat dikatakan sebagai bid’ah.
Pertama, mengada-adakan. Ini diambil dari lafadz man ahdatsa (من أحدث). Akan tetapi membuat sesuatu yang baru bisa terjadi dalam perkara dunia ataupun agama. Maka diperlukan unsur yang kedua.
Kedua, perkara baru tersebut disandarkan pada agama. Ini diambil dari lafadz fii amrina (في أمرنا). Unsur kedua ini perlu dilengkapi unsur ketiga. Karena jika tidak, akan timbul pertanyaan atau keraguan, “Apakah semua perkara baru dalam agama tercela?”
Ketiga, perkara tersebut bukan bagian dari agama. Ini diambil dari lafadz ma laisa minhu (ما ليس مِنه). Artinya, tidak ada dalil yang sah bahwa hal tersebut pernah ada.
Setiap Bid’ah Adalah Sesat
Ketahuilah saudariku. Setiap bid’ah adalah sesat. Hal ini berdasarkan keumuman sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,

و شرّ الأمور محدثاتها، و كلَّ محدثة بدعة
“Dan seburuk-buruk perkara adalah sesuatu yang diada-adakan adalah bid’ah.” (HR. Muslim no. 867)

Dan sabda nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
قإنّ كلَّ محدثة بدعة و كلّ بدعة ضلالة
“Karena setiap perkara yang baru (yang diada-adakan) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud)

Adapun pembagian yang ada pada bid’ah, maka tetap menunjukkan kesesatan bid’ah tersebut. Maka pembagian bid’ah menjadi bid’ah sayyi’ah dan bid’ah hasanah adalah sebuah kesalahan sebagaimana penulis jelaskan sebab-sebabnya dalam artikel sebelumnya.

Imam Syathibi rahimahullah menjelaskan dalam kitabnya pembagian bid’ah (yang tetap menetapkan kesesatan seluruh bid’ah) yang dapat memperjelas kerancuan yang ada di masyarakat. Yang pertama adalah bid’ah hakiki yang perkaranya lebih jelas (kecuali bagi orang-orang yang taklid dan tidak mau belajar) karena bid’ah hakiki tidak memiliki sandaran dalil syar’i sama sekali. Semisal menentukan kecocokan seeorang untuk menjadi suami atau istri dengan tanggal lahir atau melakukan ritual-ritual khusus dalam acara pernikahan yang tidak ada landasannya dalam syari’at sama sekali. Adapun jika berkaitan dengan bid’ah idhofi maka sebagian orang mulai rancu dan bertanya-tanya. Misalnya, bid’ah dzikir berjama’ah, atau tahlilan. Banyak orang terburu-buru dengan mengatakan, “Masa dzikir dilarang sih?” atau “Kok membaca Al Qur’an dilarang?” Maka kita perlu (sekali lagi) memahami lebih dalam tentang bid’ah ini.
Bid’ah idhofi ini mempunyai dua sisi, sehingga apabila dilihat pada salah satu sisi, maka seakan-akan itu sesuai dengan sunnah karena berdasarkan dalil. Namun bila dilihat dari sisi lain, amalan tersebut bid’ah karena hanya bersandar kepada syubhat, tidak kepada dalil atau tidak disandarkan kepada sesuatu apapun. Adapun bila dilihat dari sisi makna, maka bid’ah idhofi ini secara asal memiliki dalil. Akan tetapi dilihat dari sisi cara, sifat atau perinciannya, maka dalil yang digunakan tidak mendukungnya, padahal tata cara amalan tersebut membutuhkan dalil. (Majalah Al-Furqon edisi 12 tahun V). Maka jelas yang dilarang bukanlah dzikir atau membaca Al-Qur’an untuk contoh dalam masalah ini. Akan tetapi, kebid’ahan tersebut terletak pada tata cara, sifat atau perincian pada ibadah tersebut yang tidak ada contohnya dari Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu dengan melafadzkan dzikir bersama-sama dipimpin satu imam atau membaca Al-Qur’an untuk orang mati. Semuanya ini adalah cara baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.

Catatan penting dalam masalah ini adalah dalam perkara ibadah (yaitu apa-apa yang kita niatkan untuk mendekatkan diri kita pada Allah Subhanahu wa Ta’ala), kita harus memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sesuai dengan yang dicontohkan dan diperintahkan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikianlah saudariku, sedikit pengantar untuk memahami tentang kata bid’ah dan bahayanya. Pembahasan tentang bid’ah memiliki lingkup yang sangat luas – yang dengan keterbatasan penulis – tidak dapat dituangkan seluruhnya dalam tulisan kali ini. Untuk memperdalam pembahasan, silakan melihat kembali kitab-kitab yang penulis jadikan rujukan. Semoga Allah Ta’ala mempermudah kita dalam memahami pembahasan ini dan menerimanya dengan lapang dada serta menjadikan kita orang-orang yang berusaha kuat menjauhi perkara baru dalam agama. Aamiin ya mujibas saailin.
Maraji’:
  1. Majalah Al Furqon edisi 12 tahun V/rajab 1427
  2. Kajian kitab Ushulus Sunnah karya Imam Ahmad oleh Ustadz Aris Munandar
  3. Ringkasan Al I’tisham – terj -, Syaikh Abdul Qadir As Saqqaf, Media Hidayah, Cet I, thn 2003
sumber: muslimah.or.id

hukum nasyid dan lagu-lagu islami | bagian 1


Jika kita bicara tentang musik, dapat dipastikan bahwa mayoritas penduduk dunia ini menyukainya. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua gemar mendengarkan lagu-lagu nan merdu. Dari artikel yang lalu, kita telah mengetahui keharaman hukum nyanyian dan musik sebagaimana telah disebutkan dalam berbagai hadits yang shahih. Tidak pula diketahui adanya khilaf (perbedaan pendapat) di antara para ulama salaf mengenai hal ini. Tapi, kemudian timbul wacana baru yang dilontarkan oleh orang-orang yang menamai dirinya sebagai seniman muslim tentang nasyid islami. Mereka menganggap nasyid Islami sebagai sarana dakwah dan cara lain dalam bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Betulkah demikian?


Dalil Keharaman Musik


Saudariku, ketahuilah bahwa mendengarkan musik, nyanyian, atau lagu hukumnya adalah haram. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ…
“Benar-benar akan ada segolongan dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik.” (HR. Bukhari)
Hadits ini menunjukkan bahwa musik adalah haram menurut syari’at Islam. Hal yang menguatkan keharaman musik dalam hadits tersebut adalah bahwa alat musik disandingkan dengan hal lain yang diharamkan yaitu zina, sutra (diharamkan khusus bagi laki-laki saja), dan khamr.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَ مِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِى لَهْوَ الْحَدِيْثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu.” (Qs. Luqman: 6)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan jumhur ulama tafsir menafsirkan kata “lahwul hadits” (perkataan yang tidak berguna) adalah nyanyian atau lagu. Ibnu Katsir rahimahullah juga menegaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan keadaan orang-orang hina yang enggan mengambil manfaat dari (mendengarkan) Al Qur’an, malah beralih mendengarkan musik dan nyanyian.
Maka sangatlah tepat jika nyanyian disebut sebagai perkataan yang tidak berguna karena di dalamnya terkandung perkataan-perkataan yang tercela ataupun tidak mengandung manfaat, dapat menimbulkan penyakit hati, dan membuat kita lalai dari mengingat Allah.


Mengenal Nasyid


Orang-orang Arab pada zaman dahulu biasanya saling bersahut-sahutan melemparkan sya’ir. Dan sya’ir mereka ini adalah sebuah spontanitas, tidak berirama dan tidak pula dilagukan. Inilah yang disebut nasyid. Nasyid itu meninggikan suara dan nasyid merupakan kebudayaan orang Arab, bukan bagian dari syari’at Islam. Nasyid hanyalah syair-syair Arab yang mencakup hukum-hukum dan tamtsil (permisalan), penunjukan sifat keperwiraan dan kedermawanan.

Nasyid tidaklah haram secara mutlak dan tidak juga dibolehkan secara mutlak, tergantung kepada sya’ir-sya’ir yang terkandung di dalamnya. Berbeda dengan musik yang hukumnya haram secara mutlak. Ini karena nasyid bisa saja memiliki hikmah yang dapat dijadikan pembelajaran atau peringatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya di antara sya’ir itu ada hikmah.” (Riwayat Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 6145, Ibnu Majah no. 3755, Imam Ahmad (III/456, V/125), ad-Daarimi (II/296-297) dan ath-Thayalisi no. 558, dari jalan Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu)
Dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang sya’ir, maka beliau bersabda,
“Itu adalah perkataan, maka sya’ir yang baik adalah baik, dan sya’ir yang buruk adalah buruk.” (Riwayat Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, dan takhrijnya telah diluaskan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Hadits ash-Shahihah no. 447)


Nasyid Pada Zaman Dahulu


Orang-orang pada zaman dulu biasa membakar semangat berperang dengan melantunkan sya’ir-sya’ir. Dan banyak pula orang-orang asing di antara mereka yang hendak berhaji melantunkan sya’ir tentang ka’bah, zam-zam, dan selainnya ketika berada di tengah perjalanan. Abdullah bin Rawahah pun pernah melantunkan sya’ir untuk menyemangati para shahabat yang sedang menggali parit ketika Perang Khandaq. Beliau bersenandung,
“Ya Allah, tiada kehidupan kecuali kehidupan akhirat, maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin.” Kaum Muhajirin dan Anshar menyambutnya dengan senandung lain, “Kita telah membai’at Muhammad, kita selamanya selalu dalam jihad.” (Rasa’ilut Taujihat Al Islamiyah, I/514–516)
Akan tetapi, para sahabat  Nabi tidak melantunkan sya’ir setiap waktu, mereka melakukannya hanya pada waktu-waktu tertentu dan sekedarnya saja, tidak berlebihan. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Sesungguhnya penuhnya rongga perut salah seorang di antara kalian dengan nanah itu lebih baik baginya daripada penuh dengan sya’ir.” (Riwayat Imam Bukhari no. 6154 dalam “Bab Dibencinya Sya’ir yang Mendominasi Seseorang, Sehingga Menghalanginya Dari Dzikir Kepada Allah”, ‘Ilmu dan al-Qur’an, diriwayatkan dari jalan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu)
Maksud dari riwayat di atas adalah kecenderungan hati seseorang kepada sya’ir-sya’ir sehingga menyibukkannya dan memalingkannya dari kesibukan dzikrullah dan mentadabburi al-Qur’an, itulah orang-orang yang dikatakan sebagai orang dengan rongga perut yang penuh dengan sya’ir. (Fat-hul Baari X/564)


Nasyid Pada Zaman Sekarang


Nasyid yang ada pada zaman sekarang tidak jauh berbeda dengan nyanyian dan musik yang telah jelas keharamannya. Berbeda dengan zaman dahulu, sya’ir-sya’ir mulai dilagukan dan mengikuti kaidah/aturan seni musik, sehingga menjatuhkan pelakunya kepada bentuk tasyabbuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir dan fasik. Ditambah lagi, kelompok nasyid yang belakangan didominasi oleh kaum laki-laki ini menambahkan alat musik sebagai ‘pemanis’ di dalamnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “(Setelah diketahui dari riwayat yang shahih bahwa) bernyanyi, memainkan rebana, dan tepuk tangan adalah perbuatan kaum wanita, maka para ulama Salaf menamakan para laki-laki yang melakukan hal itu dengan banci, dan mereka menamakan penyanyi laki-laki itu dengan banci, dan ini adalah perkataan masyhur dari mereka.” (Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah XI/565-566)

Kelompok-kelompok nasyid pada zaman sekarang yang mengaku mencintai Allah dan Rasul-Nya, mereka ingin menggeser kesukaan para pemuda terhadap lagu-lagu dan musik yang tidak Islami kepada lagu-lagu dan musik yang mereka labelkan “Islami”. Bahkan, acara-acara rohis di sekolah-sekolah dan kampus-kampus pun hampir tidak pernah sepi dari nasyid. Seolah hal ini merupakan pembenaran terhadap nasyid.
Sebagian orang (ironisnya kebanyakan dari mereka adalah para aktivis dakwah) beranggapan bahwa nyanyian/musik yang diharamkan adalah nyanyian yang liriknya tidak islami. Sedangkan untuk “musik islami’ atau “nasyid” maka tidak mengapa, bahkan nasyid dapat membangkitkan semangat dan sebagai sarana ibadah dan dakwah karena lagu-lagu tersebut menggambarkan tentang Islam dan mengajak para pendengarnya kepada keislaman.

Nasyid yang seperti ini adalah kelanjutan dari bid’ah kaum sufi yang menjadikan nyanyian-nyanyian (mereka menamakannya dengan as-sama’) sebagai bentuk ibadah dan keta’atan mereka kepada Allah. Kaum sufi menganggap bahwa sya’ir-sya’ir yang mereka sebut dengan at-taghbiir (sejenis sya’ir yang berisikan anjuran untuk zuhud kepada dunia) adalah bentuk dzikir mereka kepada Allah, sehingga mereka layak untuk dikatakan sebagai al-mughbirah (orang-orang yang berdzikir kepada Allah dengan do’a dan wirid). Ketika mereka melantunkan ‘dzikir’ mereka, mereka menambahkannya dengan kehadiran alat-alat musik yang semakin menambah keharamannya, tetapi mereka menganggap itu sebagai upaya untuk melembutkan hati. Na’udzubillah. Imam Ahmad ketika ditanya tentang at-taghbir, maka beliau menjawab: “(Itu adalah) bid’ah”.

Syaikh Bakr Abu Zaid mengatakan bahwa beribadah dengan sya’ir dan bernasyid sebagai bentuk dzikir, do’a dan wirid adalah bid’ah. Dan ini lebih buruk daripada berbagai jenis pelanggaran dalam berdo’a dan berdzikir. (Tash-hiidud Du’aa hal. 78)
Penulis: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly dan Ummu Ismail Noviyani Maulida
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar
sumber : muslimah.or.id

Rabu, 04 April 2012

Cara membuat daftar isi terupdate otomatis | style accordion


Daftar isi, apa itu daftar isi? Daftar isi adalah daftar yang diberi isi atau isi yang dibuat daftar atau isi yang sedang daftar jadi presiden, bisa juga dikatakan daftar yang isi nya sedang daftar jadi bupati. Bagaimana, anda masih belum paham? Kalau begitu silahkan cari pengertiannya sendiri.
Kali ini judul postingannya adalah cara membuat datar isi terupdate otomatis dengan tampilan menu accordion. Untuk pengertian dari : cara, membuat, daftar, isi, update, otomatis, dengan, tampilan, menu, accordion silahkan anda cari tau sendiri. Accordion , ya itu memang nama alat musik. Tapi Alhamdulillah kali ini kita sama sekali tidak akan membahas mengenai alat musik, karena sudah kita ketahui bersama bahwa musik itu haram. Accordion yang satu ini berhubungan dengan daftar isi yang akan kita buat kali ini, pengertian yang paling tepatnya sih saya sendiri juga tidak tahu tapi singkatnya accordion adalah suatu tema, bentuk, bidang, atau apalah itu saya juga bingung. Yang bentuk dasarnya adalah seperti ini:
Cara membuatnya adalah sebagai berikut:
1. sign in ke blogger, ingat BLOGGER bukan facebook bukan yahoo.
2. ke menu Laman
3. lalu klik dropdown laman baru kemudian pilih laman kosong.
Nanti insyaAlloh akan muncul lembar kerja seperti ini:
Note: kalau tidak muncul silahkan anda pergi keluar rumah ambil batu yang besar dan langsung lempar komputer anda dengan batu tersebut.
4. pindah ke luar negri  tab HTML dan masukkan script berikut:




<link href="http://abu-farhan.com/script/acctoc/acc-toc.css" media="screen" rel="stylesheet" type="text/css"></link>
<script src="http://abu-farhan.com/script/acctoc/daftarisiv2-pack.js">
</script>
<script src="http://www.i-khoirudin.blogspot.com/feeds/posts/summary?max-results=1000&amp;alt=json-in-script&amp;callback=loadtoc">
</script>
<script type="text/javascript">
var accToc=true;
</script>
<script src="http://abu-farhan.com/script/acctoc/accordion-pack.js" type="text/javascript">
</script>




5. ganti tulisan berwarna merah dengan url home page blog anda atau kalau anda orang baik url blog saya juga boleh kok.
6. Masukkan judul sesuai keinginan anda terserah mau daftar isi, sitemap, table of content, Barcelona, beranda saya tidak peduli.
7. Pindah ke tab compose dan lihat hasilnya, kosong kan? Tenang itu tidak gagal silahkan anda publikasikan laman tersebut. Lihat hasilnya note: jika gagal silahkan ambil batu yang lebih besar dan lakukan seperti yang sebelumnya.

Selamat mencoba!

Selasa, 03 April 2012

Cara membuat recent post berjalan | tutorial lengkap

Kali ini Admin akan membahas sedikit tentang elemen blog, tepatnya recent post.
Ada yang belum tau recent post? Recent post adalah salah satu elemen blog yang biasanya di pasang di sidebar blog. Selain itu recent post juga sering disebut dengan popular post, popular entry, artikel populer, atau entri populer.
beberapa fungsi/ manfaat recent post berjalan yang akan kita buat ini :
1. menarik pengunjung, bentuk elemen yang akan kita buat ini cenderung elegan dan indah karena akan ada slide show berjalan di sidebar blog anda.
2. dapat menggantikan fitur "Artikel terkait"
3. dapat digunakan sebagai pengganti "Slide postingan"

Masuk ke tahap inti, Admin akan menjelaskan langkah-langkah unntuk membuat Recent post berjalan di blog (khususnya blogger, untuk wordpress belum saya coba) :
1. sign in ke blogger.
2. Tata letak
3. Tambah gadget
4. pilih html/ javascript
5. beri judul yang anda inginkan di kotak 'judul'
6. masukkan kode berikut di kotak 'konten' :



<script src="http://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.3.2/jquery.min.js" type="text/javascript"></script>
<style type="text/css" media="screen">
<!--


#spylist {
overflow:hidden;
margin-top:5px;
padding:0px 0px;
height:350px;
}
#spylist ul{
width:220px;
overflow:hidden;
list-style-type: none;
padding: 0px 0px;
margin:0px 0px;
}
#spylist li {
width:208px;
padding: 5px 5px;
margin:0px 0px 5px 0px;
list-style-type:none;
float:none;
height:70px;
overflow: hidden;
background:#fff url(http://i879.photobucket.com/albums/ab351/bloggerblogimage/blogger/post.jpg) repeat-x;
border:1px solid #ddd;
}


#spylist li a {
text-decoration:none;
color:#4B545B;
font-size:11px;
height:18px;
overflow:hidden;
margin:0px 0px;
padding:0px 0px 2px 0px;
}
#spylist li img {
float:left;
margin-right:5px;
background:#EFEFEF;
border:0;
}
.spydate{
overflow:hidden;
font-size:10px;
color:#0284C2;
padding:2px 0px;
margin:1px 0px 0px 0px;
height:15px;
font-family:Tahoma,Arial,verdana, sans-serif;
}


.spycomment{
overflow:hidden;
font-family:Tahoma,Arial,verdana, sans-serif;
font-size:10px;
color:#262B2F;
padding:0px 0px;
margin:0px 0px;
}


-->
</style>


<script language='JavaScript'> 


imgr = new Array();


imgr[0] = "http://i43.tinypic.com/orpg0m.jpg";


imgr[1] = "http://i43.tinypic.com/orpg0m.jpg";


imgr[2] = "http://i43.tinypic.com/orpg0m.jpg";


imgr[3] = "http://i43.tinypic.com/orpg0m.jpg";


imgr[4] = "http://i43.tinypic.com/orpg0m.jpg";
showRandomImg = true;


boxwidth = 255;


cellspacing = 6;


borderColor = "#232c35";


bgTD = "#000000";


thumbwidth = 70;


thumbheight = 70;


fntsize = 12;


acolor = "#666";


aBold = true;


icon = " ";


text = "comments";


showPostDate = true;


summaryPost = 40;


summaryFontsize = 10;


summaryColor = "#666";


icon2 = " ";


numposts = 10;


home_page = "http://www.i-khoirudin.blogspot.com/";


limitspy=4
intervalspy=4000


</script>


<div id="spylist">
<script src='http://scriptabufarhan.googlecode.com/svn/trunk/recentpostthumbspy-min.js' type='text/javascript'></script>
</div>



7. ganti tulisan berwarna merah dengan url home page blog anda.
8. pilih simpan


untuk contohnya bisa anda lihat  disini
insyaAlloh Recent post berjalan ini akan terlihat sangat indah, sebenarnya saya juga ingin memasangnya tetapi html browser saya sedang error jadi tidak bisa memasangnya secara optimal

bila terjadi kegagalan atau kurang jelas silahkan manfaatkan fitur kotak komentar, atau bakar aja rumah anda

Rabu, 28 Maret 2012

Sujud Dengan Tangan Atau Lutut Dahulu?


MUQODDIMAH



Dalam pembahasan fiqih jarang sekali ada hal yang lolos dari perselisihan di kalangan ulama kita yang mulia. Lantas, bagaimana cara mengetahui kebenaran diantara perselisihhan pendapat tersebut!? Ingatlah wahai saudaraku bahwa Alloh telah memerintahkan kepada kita untuk mengembalikan masalah perselisihan kepada al-Qur’an dan hadits yang shohih.
Jadi, metode yang benar dalam menyikapi masalah perselisihan ulama adalah mencari dalil yang lebih valid (shohih) dan kuat, bukan dengan fanatik madzhab, taklid buta, atau mengikuti pendapat mayoritas.(Lihat Taufiq al-Bari Fi Hukni Sholat Baina  sholallohu ‘alaihi wasallam ari hlm. 5-7 oleh Syaikhuna Ali bin Hasan al-Halabi.)
Di antara masalah fiqih yang diperselisihkan ulama adalah masalah apakah ketika turun untuk sujud itu mendahulukan tangan ataukah lutut. Inilah yang akan kita kaji pada postingan kali ini untuk kita cari pendapat yang lebih kuat hujjahnya. Semoga bermanfaat.


TEKS HADITS

Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu , ia berkata, “Rosululloh  sholallohu ‘alaihi wasallam  bersabda, ‘Apabila seorang diantara kamu turun sujud, janganlah turun seperti turunnya unta. Hendaklahh ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya.’”
SHOHIH. Diriwayatkan al-Imam al-Bukhori dalam Tarikh Kabir (1/139), Abu Dawud (840), an-Nasa’i (1008, !009), Ahmad (2/381), ad-Darimi (127), ad-Daroqutni (1/345), ath-Thohawi dalam Syarh Musykil Atsar (1/254), al-Baihaqi (2/99-100), al-Baghowi dalam Syarh Sunnah (3/134-135), Ibnu Hazm dalam al-Muhalla (4/128-129), dan lain lain dari jalur ad-Darowadi: Menceritakan kepadaku Muhammad bin Abdulloh bin Hasan dari Abi Zinad dari al-A’roj dari Abu Horoiroh rodhiyallohu ‘anhu .
Sanad hadits ini shohih, seluruh rowinya terpercaya . Hadits ini dishohihkan mayoritas ulama seperti al-Imam an-Nawawi, az-Zarqoni, Abdul Haq al-Isybili, Syaikh Ahmad Syakir, dan Syaikh al-Albani. Apalagi ad-Darowardi tidak sendirian dalam riwayat di atas, dia dikuatkan oleh Abdulloh bin Nafi’ sebagaimana dalam riwayat Abu Dawud (841), at-Tirmidzi (269), dan an-Nasa’i. Sungguh ini merupakan mutaba’ah yang sangat kuat yang sangat kuat, Karena Abdulloh bin Nafi’ adalah rowi terpercaya, termasuk rowinya al-Imam Muslim. (Lihat Irwa’ul Gholil: 2/78-79 oleh al-Albani)


SEKILAS BERTENTANGAN

Sebagian ulama yang berpendapat ketika turun sujud mendahulukan lutut juga membawakan dalil. Dalil tersebut adalah:
Dari Wa’il bin Hujr rodhiyallohu ‘anhu  ia berkata, “Aku pernah melihat Rosululloh  sholallohu ‘alaihi wasallam  apabila sujud beliau meletakkan kedua lututnya sebelum dua tangannya.”
DHO’IF. Di riwayatkan at-Tirmidzi (268), Abu Dawud (838), an-Nasa’i (1087), Ibnu Majah (882), ad-Darimi (1326), ath-Thohawi dalam Syarhul Ma’ani (1/255), ad-Daroqutni (1/345), al-Hakim dalam al-Mustadrok (1/266), Ibnu Hibban (387), al-Baihaqi (2/98), dan al-Baghowi dalam Syarh Sunnah (3/133) dari jalur Syarik an-Nakho’i dari Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari Wa’il bin Hujr rodhiyallohu ‘anhu .
Sanad hadits ini dho’if (lemah) karena dua sebab:
1.  Syarik bin Abdulloh an-Nakho’i, Abu Abdillah. Al-Juzajani berkata, “Jelek hafalannya, goncang haditsnya.” Ibnu Ma’in berkata, “Shoduq terpercaya, tetapi bila menyelisihi maka hadits lainnya lebih saya senangi.” Ad-Daroqutni berkata, “Tidak kuat bila sendirian.”(Lihat Mizanul I’tidal: 3/373 oleh Imam Dzahabi dan Tahdzib Tahdzib: 2/493 oleh Ibnu Hajar.)
2.  Mukholafah (perselisihan) dalam sanad dan matannya.
Kesimpulannya, hadits ini adalah lemah sebagaimana dikatakan ad-Daroqutni, al-Baihaqi, Ibnul Arabi, al-Albani, dan sebagainya.


HADITS MANA YANG LEBIH KUAT?

Dengan demikian, maka hadits tentang mendahulukan tangan tatkala turun sujud lebih kuat daripada yang mendahulukan lutut. Oleh karenanya, al-Hafizh Ibnu Hajar rm berkata, “Hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu  lebih kuat daripada hadits Wa’il bin Hujr rodhiyallohu ‘anhu  karena mempunyai syahid (penguat) dari hadits Abdulloh bin Umar   rodhiyallohu ‘anhaa  yang dishohihkan Ibnu Huzaimah dan disebutkan al-Bukhori secara mu’allaq mauquf.” Ibnu Sayyid Nasr m mengatakan, “Hadits-hadits tentang mendahulukan tangan lebih kuat.”(Bulughul Maram (1/380 — Subulus Salam) )  Penguatan ini berdasarkan beberapa alasan berikut:
1. Hadits Wa’il bin Hujr rodhiyallohu ‘anhu  derajatnya lemah dan hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu  shohih, sebagaimana penjelasan di atas.
2. Hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu  berupa perkataan, sedangkan hadits Wa’il bin Hujr rodhiyallohu ‘anhu  berupa perbuatan. Dan telah tetap dalam kaidah ushul fiqih bahwa perkataan lebih didahulukan dari pada perbuatan.
3. Hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu  didukung oleh perbuatan Nabi  sholallohu ‘alaihi wasallam  sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar   rodhiyallohu ‘anhaa  bahwa beliau mendahulukan kedua tangannya sebelum kedua lututnya. Beliau berkata, “Adalah Nabi  sholallohu ‘alaihi wasallam  melakukan hal itu.”(Shohih. Diriwayatkan al-Imam al-Bukhori: 2/290 secara mu’allaq)  Al-Marwazi menceritakan dalam Masa’il-nya (1/147/1) dengan sanad shohih dari al-Auza’i rm berkata, “Saya mendapati manusia mereka mendahulukan tangan mereka sebelum lutut mereka.” (Lihat al-Mughni karya Ibnu Qudamah: 1/514, Zadul Ma’ad karya Ibnul Qoyyim: 1/230, Fathul Bari karya Ibnu Hajar: 2/290, Tanqih Tahqiq karya Ibnul Jaizi: 1/346, Shifat Sholat karya al-Albani halaman. 83.)





PERSELISIHAN ULAMA

Sesungguhnya mengetahui perselisihan ulama adalah penting bagi penuntut ilmu karena kejahilan tentangnya menjadikan seorang akan bertikai, bermusuhan dan sejenisnya.(Al-Majmu’ fi Tarjamati Syaikh Hammad al-Anshori: 2/519) Oleh karenanya, Imam Qotadah rahimahumulloh berkata, “Barang siapa tidak mengetahui perselisihan ulama, maka hidungnya belum mencium bau fiqih.”(Jami’ Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Barr: 2/814-815)
Perlu diketahui bahwa para ulama bersepakat tentang sahnya sholat seseorang yang mendahulukan lututnya dahulu ketika sujud atau mendahulukan tangannya dahulu ketika sujud, kedua-duanya adalah sah dengan kesepakatan ulama. Hanya mereka berselisih tentang mana yang lebih afdhol (utama).(Majmu’ Fatawa: 22/449 karya Ibnu Taimiyah.) Hal itu menjadi dua pendapat:

Pendapat pertama:
Sebagian ulama berpendapat bahwa mendahulukan tumit dahulu lebih utama. Ini adalah madzhab Syafi’iyyah, Hanafiyyah, Hanabilah.(Al-Hawi: 2/152, asySyarh Shogir: 1/119, al-Muharror: 1/63) Mereka berdalil dengan hadits Wa’il bin Hujr rodhiyallohu ‘anhu  diatas.

Pendapat kedua:
Sebagian ulama lainnya berpendapat mendahulukan tangan dahulu. Inilah pendapat Imam Malik, al-Auza’i, Ahmad bin Hambal dalam sebuah riwayat, dan ashabul hadits. Pendapat ini didukung dan dikuatkan oleh Ibnu Hazm dalam al-Muhalla (4/129), al-Hakim dalam al-Mustadrok (1/226), ath-Thohawi dalam Musykil al-Atsar (2/167-169), Ibnu Arabi dalam Aridhotul Ahwadzi (2/68-69), asy-Syaukani dalam Nailul Author (2/284), Syaikh Ahmad Syakir dalam Ta’liq Sunan at-Tirmidzi (2/58-59), Syaikh al-Albani dalam Shifat Sholat Nabi (83), dan lain sebagainya.
Dan hati kami tidak ragu lagi bahwa pendapat kedua inilah yang lebih kuat berdasarkan hadits Abu Huroiroh ra di atas, tidak bisa dipertentangkan dengan hadits Wa’il bin Hujr ra karena derajatnya lemah. Wallohu A’lam.


BERSAMA AL-IMAM IBNU QOYYIM AL-JAUZIYYAH

Al-Imam Ibnu Qoyyim al-Jaiziyyah dalam kitabnya Zadul Ma’ad (1/57-58) dan Tahdzib Sunan (3/73-75) menguatkan pendapat pertama dengan mengemukakan berbagai argument yang kalau diteliti ternyata lemah.(Lihat bantahan ilmiah terhadap pendapat al-Imam Ibnul Qoyyim ini secara luas dalam risalah Nahyu Shuhbah ‘An Nuzuli bir Rukhbah karya Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini.) Di antara argument beliau yang paling menonjol adalah anggapannya bahwa hadits Abu Huroiroh ini adalah maqlub (terbalik), yang benar adalah “hendaknya dia mendahulukan lututnya sebelum tangannya” karena lutut binatang itu bukan di tangannya.
Namun, anggapan beliau keliru, bahkan yang benar adalah “hendaknya mendahulukan tangannya sebelum lututnya”. Hal ini diperkuat oleh beberapa argumen:
1. Kaidah mengatakan bahwa nash-nash syari’at harus ditafsirkan sesuai dengan penafsiran syari’at, jika tidak mungkin maka dibawa kepada penafsiran ahli bahasa.(Mudzakkiroh Ushul Fiqih  hlm. 174-175 karya asy-Syinqithi) Sementara itu, dalam hal ini telah di tafsirkan oleh Rosululloh sholallohu 'alihi wassallam dan sahabat Ibnu Umar rodhiyallohu 'anhaa dengan mendahulukan tangan terlebih dahulu.
2. Para ahli bahasa juga menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa lutut binatang berkaki empat itu di tangannya, sebagaimana ditegaskan oleh al-Jahizh dalam Kitabul Hayawan (2/355), Ibnul Manzur dalam Lisanul Arab (14/236), al-Azhari dalam Tahdzib Lughoh (10/216), Ibnu Sidah dalam al-Muhkam wal Muhith al-A’zhom (7/16). Semua ini menunjukkan bahwa lutut hewan unta itu berada di tangannya.(Lihat Nahyu Shuhbah halaman 20 oleh Abu Ishaq al-Huwaini, at-Tarjih Fi Masa’il Thoharoh wash Sholah halaman 238 oleh Dr. Muhammad al-Bazimul.)


Demikian pembahasan hadits ini secara singkat. Semoga bermanfaat. Tuliskan pendapat anda di kotak komentar......

Minggu, 25 Maret 2012

Nabi Luth 'alaihi ssalaam & Kaum Saddom | Azab Hujan Batu


Nabi Luth ‘alaihi ssalaam  adalah keponakan Ibrohim ‘alaihi ssalaam . Alloh mengangkat Luth ‘alaihi ssalaam  sebagai nabi dimasa Ibrohim ‘alaihi ssalaam  masih hidup dan mengutusnya berdakwah ke negeri Saddom di Palestina.
Kaum Saddom adalah orang-orang yang berbuat syirik dan melakukan perbuatan homoseksual. Kaum Saddom melakukan perbuatan keji yang menjijikkan yaitu hubungan seksual dengan sesama jenis laki-laki.
Luth ‘alaihi ssalaam  pun mendakwahi kaumnya,”Mengapa kalian tidak bertaqwa? Sesungguhnya aku adalah Rosul kepercayaan yang diutus kepadamu. Maka bertaqwalah kepada Alloh dan taatlah kepadaku”
“Mengapa kalian mendatangi laki-laki untuk memenuhi nafsumu bukan mendatangi wanita?” (Qs. an Naml : 55)
Namun, kaumnya malah marah dan menganggap Luth berlagak suci. Mereka bertekad akan mengusir Luth dan keluarganya. Kaum Saddom menantang Luth.
“Datangkanlah azab Alloh kepada kami jika memang kamu orang yang benar” (Qs. al Ankabuut : 29)
Alloh subhaanahu wata’aala menjawab tantangan kaum Saddom. Alloh mengutus para malaikatnya kepada Luth ‘alaihi ssalaam . Para malaikat menemui Luth ‘alaihi ssalaam  dengan berupa wujud laki-laki yang berwajah rupawan. Tentu saja Luth ‘alaihi ssalaam  tidak menduga bila mereka adalah para malaikat yang menyamar. Mendapati kedatangan tamu dengan wajah yang sangat tampan, hati Luth ‘alaihi ssalaam  sangat susah. Ia menjadi cemas bila kaumnya akan menggangu tamu-tamu itu. Luth ‘alaihi ssalaam  berusaha menyembunyikan para tamunya agar kehadiran mereka tidak diketahui kaumnya. Tapi istri Luth ‘alaihi ssalaam  berkhianat. Secara sembunyi-sembunyi, istri Luth ‘alaihi ssalaam  menemui kaum Saddom. Istri Luth ‘alaihi ssalaam  memberitahukan bila Luth ‘alaihi ssalaam  kedatangan tamu laki-laki yang wajahnya tampan. Mendengar berita tersebut, bergegas para pemuka kaum Saddom berbondong-bondong menuju kerumah Luth ‘alaihi ssalaam  ^ Melihat kedatangan kaumnya, Luth ‘alaihi ssalaam  mencoba menahan mereka.
“Hai kaumku, inilah putri-putriku. Mereka lebih suci bagimu” (Qs. Hud : 78)
Tapi tentu saja kaumnya menolak tawaran Luth ‘alaihi ssalaam . Mereka memaksa Luth ‘alaihi ssalaam  menyerahkan tamunya. Kaum Saddom sangat bernafsu mendapatkan tamu Luth ‘alaihi ssalaam . Dengan kasar mereka berusaha menerobos masuk ke rumah Luth ‘alaihi ssalaam . Luth menjadi kewalahan menghadapi mereka. Pada saat yang genting itulah, para tamu memberitahukan kepada Luth ‘alaihi ssalaam  bila mereka adalah utusan Alloh subhaanahu wata’aala. Malakat jibril pun menemui kaum Luth ‘alaihi ssalaam . Sayapnya memukul wajah-wajah kotor para pendosa itu. Seketika mereka menjadi buta. Mereka merasakan kesakitan. Mereka pun pulang ke rumah masing-masing dengan menahan perih.
“Pergilah dengan membawa keluargamu di akhir malam. Jangan ada seorangpun yang menoleh kebelakang. Kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab seperti yang menimpa kaummu. Sungguh saat azab itu di waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah dekat?” (Qs. Hud : 81)
Luth ‘alaihi ssalaam  segera membawa anak-anaknya pergi. Tidak ada seorang pengikutpun kecuali anak-anak Luth ‘alaihi ssalaam . Setelah kepergian Luth ‘alaihi ssalaam , malikat memporak-porandakan negri Saddom. Alloh subhaanahu wata’aala mengazab mereka dengan hujan batu. Diatas batu-batu itu tertulis nama-nama setiap penduduk Saddom. Dengan perintah Alloh subhaanahu wata’aala, batu-batu itu mencari sasarannya masing-masing.
Alloh subhaanahu wata’aala berfirman,”Dan Kami turunkan kepada mereka hujan batu. Amat buruklah hujan yang ditimpakan atas orang-orang yang diberi peringatan itu” (Qs. an Naml : 58)
Sebagai balasan kepada Luth ‘alaihi ssalaam  dan yang beriman bersamanya, Alloh subhaanahu wata’aala pun menyelamatkan mereka.
“Maka Kami selamatkan dia (Luth) beserta keluarganya kecuali istrinya” (Qs. an Naml : 57)
Demikianlah Alloh subhaanahu wata’aala membalas kekejian Kaum Saddom dengan siksaan yang menyakitkan di dunia. Di akhirat pun mereka juga akan merasakan azab dahsyat sebagai balasan bagi orang-orang yang tidak mau beriman kepada Alloh subhaanahu wata’aala !!!




>>sumber referensi / rujukan<<


Terjemahan : 

Alqur'anul Karim
Tafsir Ibnu Katsir
Kisah para nabi & Rosul Ibnu Katsir
Tafsir As-sa'di
Tahdzib Siroh Nabawiyah Ibnu Hisyam
Raudhah Al Anwar fi siroh An Nabiy Al Mukhtar
Ar-Rohiqul Makhtum Syafiyurrohman
Nisaa' Haular Rosul
Shohih As Siroh An Nabawiyah
Hakikat Syahadat Rosululloh